- Back to Home »
- Pemuda Islam »
- Gerhana, Miton, dan Kekuasaan Allah
Posted by : Unknown
Senin, 13 Mei 2013
dakwatuna.com -
Peristiwa gerhana selalu menjadi sebuah fenomena menarik bagi umat
manusia, meskipun secara statistik gerhana bukanlah peristiwa alam yang
langka, karena dalam satu tahun kalender miladiyah gerhana (bulan dan
matahari) secara kumulatif dapat terjadi hingga tujuh kali, dengan
berbagai variasi jenis gerhana, salah satunya adalah gerhana cincin yang
terjadi pada 9-10 Mei. Beruntungnya, Indonesia termasuk negara yang
dilintasi fenomena gerhana matahari cincin untuk wilayah Indonesia
kecuali Sumatera bagian utara yang hanya bisa melihat gerhana sebagian
pada pagi hari.
Namun yang menarik tentang gerhana, terutama dikaitkan
dengan kultur masyarakat Indonesia adalah adanya mitos-mitos seputar
gerhana yang selalu dikaitkan dengan suatu peristiwa dan gejala-gejala
tertentu.
Mitos Gerhana
Fenomena sejarah membuktikan
sebuah fase perkembangan pola pikir dan pengetahuan manusia merupakan
dibangun berdasarkan hakikat dan sifat manusia yang selalu mempunyai
rasa ingin tahu terhadap berbagai rahasia dan fenomena alam, sehingga
menimbulkan hasrat untuk mencoba menyingkapnya dengan menggunakan
akumulasi data-data materi dalam ingatannya hingga merumuskan sendiri
ide-idenya. Namun karena keterbatasan perkembangan pola pikir dan
pengetahuan dengan hasrat untuk memuaskan dirinya dari keingintahuannya,
para manusia kuno yang pada zaman dahulu akhirnya mempercayai mitos.
Puncak hasil pemikiran mitos terjadi pada zaman Babylonia (sekitar
700-600 SM) yaitu horoskop (ramalan bintang), dengan zodiak (rasi
bintang di langit), ekliptika (bidang edar Matahari) dan pemahaman
bentuk alam semesta yang menyerupai ruangan setengah bola dengan bumi
datar sebagai lantainya sedangkan langit-langit dan bintangnya merupakan
atap yang dalam istilah astronomi dikenal dengan paham egosentris,
sebelum akhirnya berkembang ke paham geosentris dan terakhir ke paham
heliosentris.
Manusia sebagi makhluk berpikir dibekali hasrat
ingin tahu tentang benda dan peristiwa yang terjadi di sekitarnya
termasuk juga ingin tahu tentang dirinya sendiri. Rasa ingin tahu inilah
mendorong manusia untuk memahami dan menjelaskan gejala-gejala alam,
baik makrokosmos maupun mikrokosmos, serta berusaha
memecahkan masalah yang dihadapi. Dorongan rasa ingin tahu dan usaha
untuk memahami dan memecahkan masalah yang dihadapi, menyebabkan manusia
dapat mengumpulkan pengetahuan.
Memang, sejalan dengan
keterbatasan intelektual dan ilmu pengetahuan dan dengan keyakinan
primitif manusia yang mengaitkan setiap gejala alam dengan
kekuatan-kekuatan supranatural dan metafisik, dalam menyikapi terjadinya
gerhana pun beragam. Mitos-mitos dan keyakinan khurafat seputar gerhana
pun muncul dalam kehidupan manusia. Di antara mitos terkenal yang
muncul pada zaman dahulu dan terkadang masih bertahan sampai sekarang
adalah kepercayaan bahwa terjadinya gerhana itu karena bulan sedang
ditelan oleh batarakala atau juga disebut buto ijo, atau kepercayaan
lain menyebutkan bahwa ketika terjadi gerhana maka seseorang dilarang
melakukan ini-itu karena akan berdampak negatif terhadap yang
bersangkutan. Kepercayaan ini mayoritas dialami oleh suku jawa di
Indonesia karena watak kolot yang mereka miliki sehingga bahkan
terkadang mitos masih tumbuh subur sebagai warisan kepercayaan yang
turun temurun.
Di berbagai negara non-Islam seperti China,
Thailand, India sampai saat ini bahkan masih mempercayai mitos-mitos
seputar gerhana dengan beragam kepercayaan. Dengan segala
keterbatasannya masyarakat manusia zaman primitif memandang gerhana
sebagai sesuatu kejadian yang ghaib, dan memperhitungkan terjadinya
gerhana juga merupakan sesuatu yang ghaib yang berkaitan dengan
metafisika, dan memerlukan kekuatan supranatural untuk bisa
mengidentifikasikannnya. Mereka meyakini bahwa yang bisa memperhitungkan
fenomena terjadinya gerhana adalah orang-orang sakti yang berbekal
kekuatan supranatural yang luar biasa, semacam dukun dan paranormal.
Sebenarnya
munculnya berbagai mitos seputar gerhana merupakan sebuah keniscayaan
karena memang sudah terakumulasi dalam perkembangan pola pikir manusia.
Manusia yang memiliki curiosity yang tinggi dan hasrat ingin
memuaskan dahaga kehausan pengetahuan dari keingintahuan tapi dengan
keterbatasan perkembangan ilmu dan teknologi akhirnya mempercayai mitos.
Inilah yang kemudian menjadi awal perkembangan pengetahuan manusia.
Dalam lintasan sejarah, perkembangan manusia terbagi ke dalam empat
tahap perkembangan pengetahuan, yaitu tahap mitos, tahap penalaran,
tahap pengamalan dari percobaan, dan akhirnya tahap metode keilmuan
sains modern. Sehingga kemunculan mitos tak perlu dipermasalahkan,
termasuk beredarnya mitos-mitos seputar gerhana dalam kehidupan manusia
zaman dulu karena perkembangan pengetahuan manusia telah berhasil
menyingkap gerhana secara detail dan eksplisit.
Kuasa Tuhan
Dalam
Islam sebenarnya sudah terjawab berbagai persoalan seputar gerhana.
Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan bahwa sesungguhnya matahari dan
bulan adalah tanda-tanda kebesaran Allah, keduanya terjadi gerhana bukan
karena kematian seseorang dan tidak karena kelahiran seseorang. Gerhana
hanya salah satu tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah Ta’ala yang
terjadi bukan karena faktor kebetulan apalagi dikaitkan dengan berbagai
mitos dan kepercayaan seperti mengaitkan dengan kematian dan kelahiran
seseorang atau kemungkinan bencana yang akan terjadi, akan tetapi
Gerhana merupakan ketetapan Allah dan semata-mata bagian dari sunnah
Kauniah yang merupakan ayat-ayat Allah di alam semesta.
Fenomena
gerhana merupakan tanda-tanda dari Allah untuk menakut-nakuti hambanya,
sehingga apabila melihat sesuatu dari gerhana umat Islam diajarkan untuk
merasa takut dan segera berdzikir kepada Allah dan memohon ampun atas
segala khilaf dan dosa. Melalui gerhana Allah telah menunjukkan
kekuasaan atas alam semesta tentang bagaimana ia mengatur keteraturan
peredaran dalam orbit masing-masing sekian triliun juta benda-benda
langit dalam bentangan alam semesta serta bagaimana Allah menjelaskan
keberagaman karakteristik benda-benda langit seperti matahari dan bulan
yang walau terlihat sama bercahaya tapi hakikatnya berbeda sifat cahaya
dan gerakannya (yunus;5).
Gerhana sejatinya memang merupakan salah
satu bukti kekuasaan Allah yang meletakkan benda-benda langit seperti
matahari, bulan maupun bumi berada pada garis edarnya masing-masing
secara konstan dan bergerak berdasarkan perhitungan yang teratur tanpa
pernah saling mendahului dan saling melanggar batas-batas ketentuan
perhitungan yang telah ditetapkan sehingga berbagai kalkulasi mengenai
benda-benda langit bisa didefinisikan, diidentifikasikan atau ditentukan
perhitungannya secara eksak oleh manusia.
Sehingga berdasarkan
ayat-ayat saintis dan provokatif yang dilontarkan oleh Tuhan mengenai
keteraturan pergerakan dan peredaran benda-benda langit dalam bentangan
alam serta perintah dan tantangan bagi manusia untuk menembus penjuru
langit dengan pengetahuan serta mengamatinya sebagai sebuah perhitungan
waktu dan kalender merupakan bukti nyata bahwa Tuhan berada dibalik
segala rekayasa alam semesta dan semua rekayasa itu merupakan kenyataan
yang terbentang dan dapat didefinisikan melalui ilmu dan pengetahuan
manusia.
Sains modern (disiplin keilmuan astronomi dan falak)
secara eksplisit dan mendetail telah mampu menjelaskan fenomena gerhana
yang sesungguhnya, yaitu sebuah peristiwa ketika cahaya yang datang dari
suatu benda langit terhalang oleh benda langit lainnya, dalam istilah
astronomi yang paling umum terekam dalam pemantauan adalah gerhana bulan
dan gerhana matahari. Gerhana bulan atau gerhana matahari ini terjadi
ketika bumi, bulan dan matahari berada dalam kedudukan ijtima’. Dengan
kata lain, gerhana terjadi jika bulan terletak pada bidang ekliptika
pada titik naik atau turun, jika posisinya tidak terletak pada garis
lurus dan sejajar dengan matahari dan bumi maka tidak akan terjadi
gerhana. Atau pada kondisi lain ketika bulan berada di antara bumi dan
matahari atau bulan berada di perpanjangan garis hubung matahari-bumi,
namun lintang ekliptika cukup besar di atas atau di bawah ekliptika,
juga tidak akan terjadi gerhana. Gerhana ini secara keseluruhan minimal
akan terjadi tiga kali dalam setahun dan maksimal akan terjadi tujuh
kali dalam setahun.
Di dalam keindahan ajaran Islam ada tuntunan
yang sangat indah saat terjadi gerhana, yang merupakan salah satu
peristiwa penting dalam pandangan syariat Islam karena pesan-pesan dari
ayat-ayat kauniyah yang disampaikan oleh peredaran bulan dan matahari
selain sebagai pedoman perhitungan waktu dan penanggalan juga sebagai
sebuah ancaman dan peringatan atas azab kubur. Allah menunjukkan
hikmah-hikmah gerhana kepada siapa yang takut dan khusyuk kepada Allah
swt dan Nabi saw. Dan di antara tuntunan yang diajarkan dalam Islam
adalah bersegera melakukan shalat gerhana yaitu dengan memanjangkan
bacaan, dua kali rukuk di setiap rakaat dan memanjangkan ruku’ dan
sujudnya.